Seperti Halnya Kamu


(Aku juga cuma manusia)


Hampir dua puluh tiga tahun hidup di dunia dengan berbagai pengalaman mengerikan maupun menyenangkan sejatinya menjadikanku manusia yang takut sekali menyakiti. Bahkan terkadang -dengan bodohnya- aku berpikir biarkan aku saja yang merasakan lukanya.

Mereka sering menyebutku si paling “effort”, dan itu cukup membuatku senang setelah melewati banyak hal di jalan. Tidak, aku tidak menulis ini untuk mendapat pengakuan, alih-alih balasan. Aku menulis ini hanya sebagai bentuk kesadaran, bahwa caraku menyayangi setiap sesuatu, ternyata selalu gila-gilaan.

Jika ditanya, apa bahasa cinta yang ku punya? Maka aku akan menjawab semuanya. Dan kamu akan mendapati itu, jika menyadari aku menyayangimu sepenuh itu. Terserah kamu mengartikan kasih sayang seperti apa dan kepada siapa, intinya aku seperti itu.

Seperti halnya aku, kamu pun punya cara gila sendiri ketika menyayangi sesuatu kan?

Pengalaman dibully dan dikucilkan bertahun-tahun di masa kanak-kanak menjadikanku sosok yang takut melihat orang lain terluka. Aku bersedia meminta maaf untuk segala hal yang bahkan bukan salahku, hanya untuk membuatmu merasa berharga. Dan lagi, aku hanya ingin menjadi pendengar dari setiap ceritamu, sesulit apapun hariku saat itu. Aku hanya ingin kamu sadar, bahwa hidupmu sedemikian berharga.

Kehidupan persahabatan seperti itulah yang ku jalani selama ini, dan aku menyayangi mereka semua. Meski sesekali seseorang memprotes, kenapa ceritaku hampir tak pernah ada?

Bukan tak ada, tapi ceritamu jauh lebih penting. Sebab dari kisah-kisahmu aku merasa berharga karena merasa dibutuhkan tanpa syarat. Maka karenanya, teruslah bercerita.

Ada seseorang yang begitu ingin menolong sesuatu, tanpa menyadari bahwa hanya kehadirannya saja sudah cukup untuk menolong seseorang. Terdengar klise, tapi itulah adanya.

Aku menikmati hidupku setelah bangkit dari berbagai pengabaian belasan tahun lalu. Aku mensyukurinya, seolah-olah hidupku adalah hal terindah yang pernah aku punya, sampai suatu hari seseorang membisikkanku sesuatu sebelum ia pergi tanpa kata;

“Usah terlalu baik, karena engkau hanya akan terus tersakiti”

Semula aku membenci kalimat itu -beserta orangnya-, sampai tiba di suatu masa ketika semua orang memandang iri padaku. Lalu meminta waktuku untuk mendengar semua keluhnya sambil membandingkan hidupnya dengan hidupku.

Aku bersedia mendengar apapun, tapi bukan berarti aku bersedia hidupku engkau bandingkan. Hidupku yang “sempurna” karena Tuhanku memberikan karunia berupa rasa lupa yang lebih cepat dibanding manusia pada umumnya, -anggap saja-.

Sebab ku kira hanya aku yang bersedia tertawa lalu terus bermain sampai lupa waktu padahal nilaiku hancur luar biasa. Dan kamu -yang tak tau apa-apa itu- menganggap hidupku sempurna luar biasa. Padahal sebenarnya aku juga hampir gila.

Rupanya, menjadi menyebalkan juga sebuah keharusan. Berhenti bersikap baik hanya untuk menjaga perasaan seseorang. Berhenti mengiyakan sesuatu yang sebenarnya aku tak ingin. Menolak memberikan waktu untuk mendengar keluhan hingga larut malam. Dan bersikap bodo amat meski engkau mengkritikku terlalu santai dan meremehkan.

Aku hanya bingung mengekspresikan sebuah kemarahan, tapi bukan berarti aku tak bisa marah. Isi kepalaku selalu terasa meledak-ledak setiap kali melihat ketidakadilan, tapi lagi-lagi aku hanya diam. Kemudian aku terluka sendirian dengan rambut yang terus berguguran.

Jika kemarin-kemarin aku takut melihat seseorang terluka, maka saat ini jangankan takut, melukai saja aku sudah tak peduli.

Kita hanya manusia biasa. dan aku hanya terlalu sibuk di kepala. Meski pada kenyataannya aku hanya terus tertawa sampai lupa waktu seperti biasa.

Hanya bedanya, aku kalau marah meledak-ledak. Kamu yang mengaku paling mencintaiku pun, jika pernah melihatku marah yang meledak itu, mungkin akan mendadak membenciku sebab beberapa kali terjadi pada hal-hal yang satu dunia anggap sepele; tapi sejatinya melukai harga diriku.

Jadi, berhenti mencari tau hidupku, ya?


Jakarta, 16 Mei 2024 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Lagi-lagi) Tentang Kebaikan Tuhan

Tolong Tetap Hidup