Luka Manakah Yang Harus Ku Dekap?
-Jika Cinta Manusia Membuatmu Luka, Maka Cinta Rabb Takkan Pernah Ada Habisnya-
Ada banyak sekali kisah yang ingin ku sampaikan. Tapi entah sejak kapan, kalimat itu menghangus dengan sebenar-benar hangus. Seolah tak ingin menyisakan apapun kecuali sekelumit luka dan rindu yang terus menjadi-jadi.
Apalah arti sebuah keinginan menggebu, yang sudah diberi kepastian bahwa ada banyak ketidakmungkinan padanya. Seperti halnya dengan; apalah arti hidup tanpa ada harapan apapun yang menyertainya. Maka berkali-kali telah dikatakan: berdoalah, berdoalah, berdoalah. Ada Rabb yang dengan kuasaNya, mampu membuat apa-apa yang mustahil menjadi mungkin. Ada Rabb yang dengan keagunganNya, mampu membolak-balik hati. Ada Rabb yang dengan asmaa’-Nya, akan mendekap utuh semua luka dan menggantinya dengan bahagia tak terkira.
Jika semakin bertambah usia membuat semakin kalut dan patah, menghancurkan setiap impian dan harapan, memporak-porandakan hati dan pikiran. Tak apa. Dunia memang tempatnya lelah, kan?
Kemarin, awal tahun aku mencoba membuat resolusi baru -ah sepertinya lebih ke arah harapan sih-. Salah satunya semoga bisa tidur dengan tenang. Yang kemudian mendadak ku sadari, bahwa keinginan itu hanya akan terwujud jika esok diizinkan memasuki surgaNya.
Aku berkali-kali membisikkan diri, “Dunia memang tempat capek. Seharusnya aku lebih banyak bersyukur”.
Beberapa hari ini aku dihadirkan Tuhanku seseorang yang menggunakan kalimat-kalimat yang sering ku gunakan untuk mendekap seseorang dari kejauhan. Kalimat-kalimat bernada khawatir sekaligus penanda kesediaan diri, bahwa waktu yang ada akan dipersembahkan untuknya.
Kalimat yang ku kira sangat penting dan selalu aku gunakan untuk pertolongan paling utama. Menjadi sosok perantara kesembuhan itu, ternyata menyenangkan ya.
Tapi pertanyaannya adalah, ditemani untuk sembuh itu, apakah semenyenangkan itu?
Kehadirannya yang masih seperti khayalan alam bawah sadarku itu, terasa semakin dekat dan hangat. Tapi apakah sungguhan nyata?
Atau jikapun nyata, apakah setulus itu? Apakah sesungguh itu?
Apapun itu, aku percaya, ada Allah yang tak pernah pergi. Ada Allah, yang tak pernah bosan mendengar tangis yang sama dan berulang.
Ada Allah.
Curup, Januari 24 2022
1:38
Dini hari, kala diri bahkan tak bisa membedakan mana lelah mana ingin teriak.
Komentar
Posting Komentar