Pada Rindu Yang (tak) Ingin Diajak Bicara
“Aku bertahan dengan memainkan angan”
Aku masih menyimpan gambarmu
Dan setiap kali aku merindukanmu
Aku mengeluarkan fotomu
Dan ku lakukan perjalanan menyusuri jalan kenangan
Tidak butuh waktu lama
Agar hatiku bernostalgia
-Kahlil Gibran, Aku Menangis.
“Bagaimana harimu? Masih adakah waktu untuk tawamu, agar dapat terlepas tanpa beban? Lalu bagaimana dengan bahagia? Masihkah ia setia membersamaimu?”
Pada rindu, yang justru kian gebu. Pada ingin, yang bahkan kian memaksa temu. Semoga sungguh pada sabar, tak membuatmu lelah menunggu.
Seseorang bertanya padaku, “Bagaimana mengelola rindu?”
Aku, yang belum pernah berhasil menaklukkan itu hanya menjawabnya dengan senyum simpul, kemudian melirihkan kalimat yang entah dari mana timbul; “Nikmati saja. Rindu adalah hal terindah kala mencintai sesuatu. Merindukan Rabb yang sungguh selalu ada di sisimu, merindukan Rasulullah yang begitu mencintaimu, merindukan Ayah dan Ibu yang sungguh merupakan titisan malaikat penjaga bagimu, pun merindukan seseorang yang rasa-rasanya tak sanggup lagi tergapai kecuali dengan campur tanganNya”
Lalu, menurutmu bagaimana?
Pada detik-detik yang terus berlalu, menikam diri yang terus lalai dan abai itu, aku menulis ini. Sebab pada kalimat yang tak pernah mengenal kadaluarsa inilah, aku ingin bercerita. Agar tak hanya sampai padamu atau padanya saja, tapi juga padaku.
Tiupan angin sepoi yang menyapaku itu juga menyapa dedaunan kering. Menerbangkannya ke mana-mana, seperti memaksa juga semua beban agar ikut terhempas. Tapi tidak pada rindu.
Jika rindu dapat selesai dengan menyusuri kenang, ku rasa semua yang menikam jiwaku selama ini sudah lama berhasil disapu habis. Jika rindu dapat diakhiri dengan temu, mungkin dengan cara bagaimanapun, akan ku halalkan agar dapat memusnahnya hingga habis tak bersisa.
Tapi Rindu, tak pernah berkurang meski hanya secuil saja. Bahkan ketika mata dapat menangkap sosoknya secara nyata, ia tetap mendengkam di lubuk hati. Atau ketika sosoknya menghilang sebentar saja, sebuah ruang kosong seperti menyelimuti hati.
Ku rasa, hanya lirihan pada do’a-do’a yang tak pernah berhentilah, rindu dapat didekap habis-habisan. Dari do’a, engkau dapat memeluknya erat, tanpa pernah melepaskan. Tanpa melukai, tanpa tersakiti.
Curup, 24 Oktober 2021
Kala senja dan kisahmu hampir tak pernah lagi ku temui
Komentar
Posting Komentar