Menjadi Manusia Tak Berhati
Pada suatu kesempatan wawancara, aku pernah ditanya seperti ini; “Apa kekurangan yang paling kamu sadari?” Aku menjawab singkat, “Terlalu baik” Tapi ia meresponnya dengan tawa, dikiranya hendak merendah agar menjadi tinggi. Aku menatapnya sejurus, meski termaksuk salah satu wawancara yang gagal –karena tak mempelajari platform itu sama sekali-, setidaknya aku berhasil menyampaikan kegundahanku saat itu. “Ketika menjadi manusia baik, engkau akan bahagia. Hidupmu akan tenang. Urusanmu akan lancar. Tapi bagaimana jika kebaikan itu terlalu?” Aku menghirup napas sejenak, “Memang, Rasulullah bilang; Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Tapi, apakah ada pada kalimatnya yang mengandung kebolehan kepada kita untuk disia-siakan begitu saja dengan kebaikan itu sendiri?” Aku bukan sedang mengaku menjadi manusia paling baik di muka bumi. Aku hanya tengah gundah, saat diriku sendiri kesulitan menolak hal-hal yang tak ku inginkan. Tengah terluka, kala terus...